Bandar Lampung — Penjualan tanah fasilitas umum (pasum) di Perumahan Griya Sukarame, Kecamatan Sukarame, Kota Bandarlampung, menuai protes warga. Lima ketua RT di griya Sukarame yaitu RT 17, 18, 19, 20, dan 21, disebut sebagai pihak yang menginisiasi penjualan lahan pasum melalui pembentukan kelompok bernama Tim 15.
Tim ini beranggotakan para ketua RT dan dua orang warga dari masing-masing RT yang diklaim mewakili seluruh masyarakat. Namun, banyak warga menilai proses tersebut tidak transparan dan sarat kejanggalan.
“RT tiba-tiba membentuk Tim 15 dengan tugas utama menjual tanah pasum. Setelah dijual, mereka mau membubarkan diri begitu saja. Padahal, kalau pasum dijual, itu sulit diserahkan ke pemerintah. Masyarakat nanti yang dirugikan,” ujar salah satu, warga Griya Sukarame, Kamis (24/10/2025).
Ia menyebut, sekitar 60 persen warga bahkan tidak tahu soal penjualan tersebut. Beberapa bidang pasum sudah dijual dan kini beralih fungsi menjadi bangunan ruko. Lahan yang dimaksud antara lain bagian depan kiri gapura perumahan, area depan kanan gapura, lokasi yang terdapat pohon kelapa, serta lahan di depan dapur MBG yang digunakan untuk pasar kaget Senin dan Jum’at.
Menurut penuturan warga griya sukarame, Tim 15 pada tahun 2025 telah menjual sedikitnya tiga bidang pasum. Lahan depan gapura yang kini berdiri ruko dijual seharga Rp1 juta per meter, lahan dengan pohon kelapa Rp2 juta per meter, dan pasum depan dapur MBG Rp2 juta per meter.
“Bagian depan MBG itu saja, keluarga Acil ahli waris pengembang minta kompensasi Rp300 juta karena sertifikatnya masih atas nama ibunya. Saya dengar total uang hasil jual pasum mencapai sekitar Rp1,4 miliar,” ungkapnya.
Ia juga menduga para ketua RT berlomba menuntaskan transaksi karena masa jabatan mereka segera berakhir. “Katanya, setelah tanah makam dibeli, mereka akan bubar. Selesai urusan, tinggal masyarakat yang bingung nanti,” katanya.
Warga lain griya sukarame menilai pembentukan Tim 15 cacat prosedur karena dilakukan tanpa musyawarah mufakat.
“Tidak ada rapat besar warga. Mereka bentuk tim seenaknya, isi tim pun orang-orang dekat ketua RT. Anehnya, penjualan ini dilegalkan notaris. Padahal, tanpa surat keputusan hasil musyawarah, dasar hukumnya apa?” ujarnya.
Ia mengungkapkan, pengumpulan tanda tangan warga dilakukan dari rumah ke rumah dengan alasan untuk menjaga pasum agar tidak diambil pemerintah. “Padahal faktanya untuk menjual pasum. Itu sudah kebohongan publik,” tegasnya.
Ketua RT 19 Anton, yang juga menjadi Ketua Tim 15, membenarkan adanya penjualan lahan pasum. Ia beralasan, pasum itu belum diserahkan ke pemerintah sehingga masih menjadi hak warga untuk dialihfungsikan.
“Sebelum diserahkan ke pemda, itu masih hak warga. Jadi boleh dialihfungsikan. Kami alihkan menjadi lahan makam di Purwodadi, Kota Baru, luasnya sekitar 4.400 meter persegi,” ujarnya.
Anton menyebut Tim 15 dibentuk dari hasil rapat masing-masing RT dan kami di dukung juga oleh pengacara, anggota dewan, bahkan jaksa. “Kami sudah dijelaskan, ini ranah perdata, tergantung kesepakatan warga,” katanya.
Menurutnya, hasil penjualan tiga bidang pasum yakni lahan pasar kaget (540 m²) dan dua lahan di sekitar gapura (180 m²), digunakan untuk membeli tanah makam. “Untuk kompensasi ke keluarga Acil itu hanya tali asih karena sertifikat masih atas nama pengembang. Kami sepakat memberi,” katanya.
Namun, pengakuan berbeda datang dari salah satu anggota Tim 15. Ia menyebut awalnya tim hanya ditugaskan menjual satu bidang pasum, tetapi kemudian melebar ke beberapa titik lain.
“Awalnya cuma satu tanah yang mau dijual, tapi akhirnya merembet ke yang lain. Masalahnya muncul saat keluarga Acil minta kompensasi Rp80 juta, lalu naik jadi Rp350 juta. Saya salah satu org menolak permintaan ACIL karena menurut saya tanah yg 540 m sdh menjadi milik warga griya ( tanah pasum) kok ACIL minta kompensasi sebesar itu. mending nggak usah dijual,” ujarnya.
Ketua RT 17 Hartono hindari konfirmasi ia enggan memberikan keterangan kepada wartawan. Sejak Selasa (21/10), upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp tidak direspons, bahkan kontak wartawan diblokir. Saat didatangi ke rumahnya Jumat (24/10), Harto hanya mengatakan singkat,
“No comment. Langsung ke Ketua Tim saja. Secara administrasi sudah beres, kami hanya menjalankan keputusan ketua.” tegasnya
Di lain hal Lurah sukarame Ketika dimintai tanggapan, Ia mengaku sudah mengetahui polemik tersebut sejak lama. Ia membenarkan bahwa para ketua RT pernah dipanggil Komisi III DPRD Bandarlampung untuk dimintai keterangan.
“Itu persoalan lama. Mereka memang pernah dipanggil DPRD komisi III, saya ikut juga. Tapi saya sendiri tidak tahu-menahu soal proses penjualannya,” kata Lurah Sukarame saat dihubungi melalui sambungan WhatsApp, kamis (23/10).
Menurutnya, para ketua RT mengaku telah mendapat persetujuan warga untuk menjual pasum demi membeli tanah makam. “Saya tanya mana tanah makamnya,” ujarnya.
“Kalau pasum dijual seenaknya, itu preseden buruk bagi tata kelola lingkungan. Pemerintah harus turun tangan,” tegas salah satu warga griya sukarame.











