Jakarta

Mahasiswa Lampung Jakarta Demo di KPK dan Kejagung, Tuntut Usut Dugaan Penyerobotan Lahan oleh TNI AL KIMAL di Lampung Utara

Ridho R
25
×

Mahasiswa Lampung Jakarta Demo di KPK dan Kejagung, Tuntut Usut Dugaan Penyerobotan Lahan oleh TNI AL KIMAL di Lampung Utara

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Lampung Jakarta (PMLJ) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Kejaksaan Agung RI, Rabu (11/06/2025), menuntut penuntasan kasus dugaan penyerobotan ribuan hektare lahan masyarakat oleh oknum TNI AL KIMAL di Kabupaten Lampung Utara.

Dalam orasinya, Ari Permadi selaku orator menyebut bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar hak masyarakat, tetapi juga mencederai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 39 yang melarang TNI terlibat dalam kegiatan bisnis.

“Tugas TNI adalah menjaga kedaulatan, bukan berbisnis apalagi merampas hak masyarakat. Ini sudah pelanggaran serius,” tegas Ari.

Ketua Umum PMLJ, Ahmad Sopian, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan berjanji akan kembali turun ke jalan untuk aksi lanjutan.

“Mahasiswa harus menjadi garda terdepan membela rakyat. Kami sudah siapkan aksi demonstrasi jilid II sebagai bentuk komitmen kami,” katanya.

Sebelumnya, masyarakat adat Penagan Ratu telah melayangkan laporan resmi ke Kejagung RI dan KPK RI pada 03/06/25 terkait dugaan tindak pidana penggelapan pajak, kolusi, dan perampasan lahan oleh oknum TNI AL Prokimal Lampung. Dalam laporan itu disebutkan keterlibatan sejumlah perusahaan swasta seperti PT JAKAU, PT KAP, hingga PT Tandiare.

Kronologi dan Dugaan Penyimpangan

Permasalahan ini bermula sejak masuknya Angkatan Laut ke wilayah Lampung Utara pasca-G30S 1965, berdasarkan Keppres No. 144/1966. Pemerintah kemudian menerbitkan beberapa SK Gubernur, terakhir SK Gubernur Lampung Nomor: G/333/B.IX/HK/1999, yang mengatur pengembalian lahan masyarakat dan batas penggunaan tanah oleh TNI AL KIMAL seluas 2.671,47 hektare.

Namun, dalam praktiknya, TNI AL KIMAL diduga mengabaikan ketentuan tersebut dan mengambil alih aset PT Pangan tanpa memenuhi syarat seperti ganti rugi tanaman tumbuh maupun pembatasan wilayah. Tanah milik masyarakat yang semestinya dilindungi justru dikuasai dan disewakan kepada sejumlah perusahaan.

Surat Keputusan Bupati Lampung Utara No: AG.200/B.86/SD.II/HK/1980 menyebutkan bahwa terdapat tanah inclave milik masyarakat seluas 3.139 hektare di 37 persil. Namun, alih-alih dikembalikan, tanah-tanah tersebut justru disewakan oleh TNI AL KIMAL ke pihak swasta.

Kini, luas lahan yang dikuasai oleh TNI AL KIMAL diperkirakan mencapai 14 hingga 17 ribu hektare, termasuk lahan masyarakat yang diduga dicaplok dengan dalih perluasan militer.

Perjuangan Masyarakat Adat

Ketua Lembaga Adat Ikatan Keluarga Besar Penagan Ratu Timur, Eddy Sahilyo gelar Suttan Rajo Cahyo Mergo, mengungkapkan bahwa pelaporan ke KPK dan Kejagung dilakukan setelah berbagai upaya persuasif ke pemerintah daerah, Pemprov Lampung, hingga Mabes AL tidak membuahkan hasil.

“Kami sudah tempuh jalur damai, audiensi ke mana-mana, tapi nihil. Maka kami ambil jalur hukum,” ujarnya.

Sementara itu, Jhoni Erik, salah satu ahli waris, menyebut bahwa masyarakat kerap dimintai uang sewa sebesar Rp8 juta per hektare per tahun di atas tanah mereka sendiri. Bahkan, tanah masyarakat seluas 1.184 hektare diduga disewakan oleh TNI AL KIMAL ke pihak swasta senilai Rp11 juta per hektare per tahun.

“Kalau dikalkulasi, TNI AL KIMAL bisa meraup keuntungan lebih dari Rp11 miliar per tahun hanya dari sewa lahan milik masyarakat Penagan Ratu. Ini belum termasuk wilayah lainnya,” jelas Erik.

Massa aksi meminta KPK dan Kejagung segera turun tangan menyelidiki dugaan penyalahgunaan kewenangan dan potensi kerugian negara yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *