Opini

Indonesia Butuh Pemulihan Ekonomi Nyata, Bukan Janji!

Ridho R
19
×

Indonesia Butuh Pemulihan Ekonomi Nyata, Bukan Janji!

Sebarkan artikel ini

Oleh: Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, SH, MH
(Pakar Hukum Internasional, Ekonom, dan Presiden Partai Oposisi Merdeka)

Iduladha tahun ini, Jumat 06/06/2025, menjadi cerminan nyata betapa kondisi ekonomi masyarakat Indonesia sedang dalam titik nadir. Suasana yang biasanya penuh semarak dan semangat berbagi, berubah menjadi sunyi. Banyak keluarga tak mampu lagi membeli daging kurban, bahkan sekadar semangka dan ketupat pun jadi barang mewah. Ini bukan lagi sekadar fenomena sosial, tapi tanda darurat ekonomi yang tak bisa dibantah.

Masyarakat kelas menengah—yang dulu menjadi tulang punggung konsumsi nasional—kini nyaris lenyap. Mereka yang dulu bisa berkurban, kini antre daging sedekah. Ini akibat runtuhnya sektor industri yang memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Perusahaan-perusahaan bangkrut, dan lapangan kerja baru nyaris tidak ada.

Salah satu penyebab utama kekacauan ini adalah kebijakan impor pangan yang tak terkendali. Pemerintah seolah lebih percaya pada beras dan daging dari luar negeri, ketimbang memperkuat petani, peternak, dan nelayan dalam negeri. Akibatnya, lahan pertanian berubah jadi properti, peternak beralih profesi, dan perkebunan buah ditebang demi proyek-proyek tanpa arah.

Saya mendesak Presiden RI Jenderal H. Prabowo Subianto agar menginstruksikan Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Perdagangan untuk:

  1. Menciptakan lapangan kerja baru secara massif melalui proyek padat karya di sektor pertanian, peternakan, dan kelautan.

  2. Menghentikan impor pangan sementara waktu dan mengalihkan anggaran impor untuk subsidi kepada petani dan pelaku UMKM.

  3. Mengevaluasi program ketahanan pangan nasional, karena terbukti banyak kepala daerah gagal menjalankan program ini di lapangan.

Kondisi ini tidak bisa dianggap sepele. Jika tidak ditangani serius, maka kondisi perekonomian Indonesia bisa terpuruk hingga 10 tahun ke depan. Saya berbicara bukan hanya sebagai ekonom dan pakar hukum internasional, tapi sebagai bagian dari rakyat yang melihat langsung penderitaan di lapangan.

Kita tidak bisa hanya menyalahkan globalisasi atau krisis dunia. Yang kita butuhkan adalah kemauan politik yang kuat dan keberpihakan nyata pada rakyat kecil. Pemerintah harus hadir, bukan sebagai pencitraan, tapi sebagai pelindung yang mampu menghadirkan solusi konkret.

Iduladha seharusnya menjadi momen berbagi, bukan hari yang menyayat hati karena perut kosong dan meja makan tanpa lauk.

Bangkitlah, Indonesia! Jangan biarkan krisis ini menjadi warisan panjang bagi generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *